
Info Berita Perkotaan Terkini – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8%, diperlukan investasi yang mencapai USD 800 miliar atau setara dengan Rp 13.446 triliun berdasarkan kurs Rp 16.808. Dalam acara Indonesia-Rusia Business Forum yang berlangsung di Jakarta pada Senin, 14 April, Airlangga menekankan pentingnya investasi ini untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dapat tercapai pada tahun 2028.
Airlangga menjelaskan bahwa salah satu strategi utama pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi adalah memperkuat nilai tambah di sektor manufaktur serta memperdalam rantai pasok industri, yang sering disebut sebagai hilirisasi industri. Fokus hilirisasi ini mencakup pengolahan mineral-mineral penting seperti nikel, tembaga, dan bauksit, serta produk pertanian seperti kelapa sawit, agar dapat meningkatkan nilai tambah sebelum diekspor. Dia juga menambahkan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk menjalin kerja sama dengan Rusia dalam bidang teknologi, bahan baku, dan akses pasar di sektor mineral.
Lebih lanjut, Airlangga mengungkapkan bahwa pemerintah sedang menjajaki peluang kerja sama di sektor energi dengan Rusia, bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan seperti Gazprom, Novatek, dan Rosatom. Kerja sama ini mencakup pengembangan reaktor modular kecil, teknologi hidrogen, baterai, dan penangkapan karbon. Selain itu, dalam konteks Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), pemerintah juga memerlukan keahlian dalam industri berat, alat berat, serta teknik lanjutan untuk pengolahan baja dan aluminium. Di sektor pertanian, pemerintah terbuka untuk kolaborasi dalam smart agriculture, pengelolaan food estate berskala besar, dan penggunaan mesin pertanian modern. Seluruh upaya ini sejalan dengan target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan pemerintah untuk mendorong investasi dan peningkatan produktivitas nasional.
Rp 24,04 Triliun Modal Asing Cabut dari Indonesia, Ada Apa nich?

Bank Indonesia (BI) baru-baru ini melaporkan bahwa selama minggu kedua April 2025, terjadi arus keluar modal asing yang signifikan. Sepanjang tahun ini, tren keluarnya modal asing dari Indonesia masih terus berlanjut, menunjukkan adanya kekhawatiran di kalangan investor terhadap kondisi ekonomi domestik dan pencapaian target pertumbuhan ekonomi.
Direktur Eksekutif Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan bahwa dari data transaksi yang tercatat antara 8 hingga 10 April 2025, nonresiden melakukan jual neto sebesar Rp24,04 triliun. Penjualan neto ini terutama didorong oleh aktivitas di pasar Surat Berharga Ritel Indonesia (SRBI), Surat Berharga Negara (SBN), dan saham, yang masing-masing mencatatkan angka Rp10,47 triliun, Rp7,84 triliun, dan Rp5,73 triliun. Kondisi ini dinilai dapat memengaruhi stabilitas pasar keuangan dan perlu diwaspadai karena berpotensi berdampak pada target pertumbuhan ekonomi nasional. Penjelasan ini disampaikan oleh Ramdan dalam sebuah pernyataan yang dipublikasikan di situs resmi Bank Indonesia pada hari Minggu, 13 April 2025.
Lebih lanjut, Ramdan menjelaskan bahwa aliran neto asing dari tahun 2025 hingga 10 April menunjukkan adanya pembelian bersih sebesar Rp7,11 triliun di pasar SRBI dan Rp13,05 triliun di pasar SBN, sementara di pasar saham tercatat jual neto sebesar Rp32,48 triliun. Aliran dana ini menjadi salah satu indikator penting dalam menjaga stabilitas pasar keuangan, terutama dalam mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, pada 10 April 2025, premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia untuk tenor 5 tahun tercatat sebesar 113,35 basis poin, naik dari 105,75 basis poin yang tercatat pada 4 April 2025. Di sisi lain, nilai tukar rupiah ditutup pada level Rp16.795 per dolar AS, dan yield SBN untuk tenor 10 tahun mengalami penurunan menjadi 7,026%.
Rupiah Sempat Perkasa

Hari ini, Kamis 10 April 2025, penutupan perdagangan menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS. Rupiah tercatat menguat sebesar 50 poin atau 0,29 persen, sehingga berada di level 16.823 per dolar AS, naik dari posisi sebelumnya yang mencapai 16.873 per dolar AS. Kenaikan ini menunjukkan adanya pergerakan positif dalam nilai tukar mata uang domestik di tengah dinamika pasar global, sekaligus memberikan sinyal optimisme terhadap target pertumbuhan ekonomi nasional.
Selain itu, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia juga menunjukkan penguatan, dengan nilai tukar yang tercatat di angka 16.779 per dolar AS, meningkat dari sebelumnya yang berada di level 16.943 per dolar AS. Hal ini mencerminkan tren positif yang terjadi di pasar valuta asing, di mana rupiah menunjukkan ketahanan meskipun ada tantangan yang dihadapi, sejalan dengan upaya menjaga stabilitas makroekonomi dan mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional.
Ibrahim Assuabi, kepala penelitian mata uang dan Direktur di Forexindo, menyampaikan bahwa penguatan rupiah dipengaruhi oleh memudarnya ekspektasi penurunan di Amerika Serikat. Ia menyatakan bahwa pasar mulai mengurangi beberapa prediksi terkait resesi AS, meskipun prospek ekonomi jangka pendek masih tetap tidak pasti. Risalah rapat Federal Reserve bulan Maret menunjukkan bahwa para pembuat kebijakan masih khawatir mengenai inflasi yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang melambat, yang dapat mempengaruhi keputusan di masa mendatang.
Proyeksi Dampak Ekonomi bagi Rakyat Indonesia

Jika target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% benar-benar tercapai, dampaknya bisa sangat signifikan terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Pertama, peningkatan pertumbuhan ekonomi biasanya akan menciptakan lebih banyak lapangan kerja, terutama di sektor-sektor produktif seperti industri manufaktur, konstruksi, dan jasa modern KONOHATOTO78. Hal ini tentu dapat menurunkan angka pengangguran, meningkatkan pendapatan rumah tangga, dan memperluas peluang wirausaha bagi masyarakat kelas menengah dan bawah.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga berpotensi mendorong peningkatan kualitas infrastruktur publik, layanan kesehatan, dan pendidikan. Pendapatan negara yang meningkat dapat dialokasikan lebih besar untuk program-program perlindungan sosial dan pembangunan daerah tertinggal. Namun, penting untuk dicatat bahwa dampak positif ini hanya akan dirasakan secara merata jika pemerintah mampu menjamin pemerataan hasil pembangunan dan menghindari ketimpangan ekonomi antarwilayah maupun antarkelompok sosial.
Kesimpulan
Target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8% dalam lima tahun adalah ambisi besar yang menuntut kerja keras, strategi matang, dan sinergi antara berbagai pihak. Kebutuhan investasi sebesar Rp 13.446 triliun menjadi tantangan sekaligus peluang untuk mendorong transformasi ekonomi ke arah yang lebih produktif dan inklusif. Sektor prioritas seperti infrastruktur, digitalisasi, dan industri manufaktur harus mendapat perhatian ekstra untuk menjadi motor penggerak utama.
Jika dikelola dengan baik, target ini tidak hanya akan meningkatkan indikator ekonomi makro, tetapi juga membawa dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat. Pemerataan hasil pembangunan, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan kualitas layanan publik akan menjadi bukti nyata bahwa pertumbuhan ekonomi tinggi bukan hanya angka, tetapi perubahan yang dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.